Sealand, negara terkecil di dunia
Merdeka.com - Terletak sekitar 9,6 kilometer dari lepas pantai Suffolk, Inggris, wilayah ini mungkin sekilas terlihat seperti sebuah sarana pengeboran minyak tua.
Tapi Kepangeranan Sealand, sebagaimana warganya menyebut area itu, mengklaim sebagai negara terkecil di dunia, dengan keluarga kerajaan, mata uang dan bahkan perangko sendiri, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Rabu (4/6).
Negara kecil Sealand (meskipun tidak ada negara lain secara resmi mengakui seperti itu) menempati area seluas 1,6 kilometer per segi bekas benteng Perang Dunia II, yang terdiri dari dua menara beton dihubungkan oleh sebuah landasan besi beberapa kilometer dari Felixstowe, di perairan internasional.
Tapi sejak 1967, warga Sealand, yang hanya terdiri 22 orang, telah menyatakan diri merdeka dari Inggris.
Mereka menghasilkan air minum mereka sendiri dan membudidayakan ikan dan lobster mereka sendiri, tetapi harus mengimpor sebagian besar makanan mereka dan barang-barang lainnya dari daratan Inggris. Negara kecil itu bahkan memiliki mata uang sendiri, yakni Dolar Sealand, dan tim sepak bola sendiri, Sealand All Stars.
Warganya menghasilkan uang dengan menjual cenderamata Sealand melalui sebuah toko dunia maya. Anda juga dapat membeli satu kaki persegi wilayah itu seharga Rp 377 ribu, sebuah mug atau kaos sepak bola.
Sealand dimulai pada malam Natal 1966 setelah Roy Bates, seorang mantan mayor infanteri di batalion pertama Royal Fusiliers, mengambil alih benteng itu, kemudian dikenal sebagai HM Roughs.
Benteng itu dibangun sebagai salah satu dari serangkaian benteng pertahanan di lepas pantai Suffolk selama Perang Dunia II sebelum ditinggalkan pada tahun 1950-an.
Bates, saat itu 46 tahun, adalah seorang nelayan berbalik menjadi pembajak penyiaran radio, yang telah melanggar undang-undang penyiaran Inggris dan ingin menemukan dasar baru di suatu tempat di luar yurisdiksi Inggris.
Pada malam Natal 1966, dia mengambil alih Fort Roughs dengan istrinya, Joan, putrinya, Penelope (saat itu 16 tahun), dan anak laki-lakinya, Michael (saat itu 16 tahun), dan pada September 1967 dia menyatakan dirinya sebagai Pangeran Sealand dan istrinya sebagai Putri Joan.
Setelah itu, dia mendapat serangkaian tantangan dari pemerintah Inggris yang mengirim delegasi untuk mengintai Sealand kepada sekelompok 'penjajah' asal Jerman dan Belanda. Namun, keluarga Bates, yang membuat moto 'E Mare Libertas' (Dari Lautan, Kebebasan), berhasil bertahan terhadap serangan.
Pada Oktober 2012, Roy Bates meninggal di usia 91 tahun, dan mahkota Sealand diteruskan ke anaknya, Michael, 63 tahun, yang masih dikatakan hidup di Sealand dengan keluarga dan teman-temannya.
Kini anak Bates, yang mendapat julukan Yang Mulia Pangeran Michael, telah mengklaim bahwa negara kecil itu telah diakui oleh Jerman dan Prancis. Dia juga mengatakan warga Skotlandia yang ingin mengklaim kemerdekaan dari Inggris bisa mendapat inspirasi dari perjuangan ayahnya.
"Ini tidak mudah bagi kita, tetapi situasinya berbeda karena Skotlandia sangat tergantung pada Inggris dan sebaliknya," ujar Michael. "Saya tidak percaya hal itu akan pernah terjadi, tetapi jika terjadi, mereka akan memiliki dukungan kami. Skotlandia adalah orang-orang hebat dan sangat independen."
"Kami memiliki sesuatu seperti 30 kamar dari berbagai ukuran, dan sebagian besar hari-hari kami dihabiskan di dalam kantor dan bekerja pada sektor teknologi informasi pada hari ini dengan memproses pesanan dari toko di dunia maya kami, keamanan dan pemeliharaan."
Keluarga Bates juga berencana untuk menjalankan perjalanan wisata ke wilayah mereka pada akhir tahun ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar