Gelar Kebangsawanan Dalam Tradisi Istana-Istana Di Jawa: Part 4
Salam! Ketemu lagi dalam unggahan saya yang ke-4 tentang gelar kebangsawanan dalam tradisi istana-istana di Jawa. Kalau kemarin saya sudah bahas tentang Keraton Kasunanan dan Keraton Kasultanan, sekarang giliran Pura Mangkunagaran dan Pura Pakualaman. Selamat menyimak!
KADIPATEN MANGKUNAGARAN
Orang
sering salah menyebutnya sebagai Keraton Mangkunagaran. Padahal,
Mangkunagaran adalah pusat pemerintahan swapraja yang berbentuk
Kadipaten. Penguasa tertingginya bukanlah raja seperti di Kasunanan dan Kasultanan, melainkan Pangeran Adipati. Mangkunagaran adalah princedom dan bukan kingdom.
Wilayah kekuasaannya tak seluas Kasunanan maupun Kasultanan. Meski
beristana megah dan mewah serta diperbolehkan untuk menerapkan tata
protokol yang nyaris sama dengan Keraton, dalam hal-hal tertentu,
Mangkunagaran tetap punya keterbatasan sebagai sebuah Kadipaten.
Barangkali pula, orang mengacaukan makna Keraton sebatas pada bangunan
fisik istana tradisional Jawa semata, sehingga Kadipaten Mangkunagaran
dan Pakualaman pun disebut Keraton. Padahal, untuk menyebut istananya,
Mangkunagaran punya istilah sendiri yaitu "Pura".
Mangkunagaran resmi berdiri pada tahun 1757 sebagai hasil Perjanjian
Salatiga. Perjanjian ini mengakhiri pertempuran R.M. Said selama 16
tahun. R.M. Said adalah cucu Susuhunan Mangku Rat IV. Ayahnya, K.P.H.
Mangkoenagoro (Sepuh), adalah putra sulung Susuhunan Mangku Rat IV dari
Selir beliau bernama B.R.Ay. Kusumanarsa/B.R.Ay. Sumanarsa/B.R.Ay.
Sepuh. Dalam perlawanannya, R.M. Said menuntut akan haknya dan
orangtuanya yang disia-siakan oleh Susuhunan Pakoe Boewono II.
Ketakutan akan terjadinya sebuah pergerakan menuntut tahta dari Pangeran
Mangkoenagoro, telah membuat Susuhunan, atas hasutan banyak pihak,
membuat sebuah skenario untuk menjauhkan Pangeran Mangkoenagoro dari
peta perebutan tahta di Kartasura. Dengan sebuah konspirasi yang
terencana, Pangeran Mangkoenagoro, "berhasil" dibuang ke Ceylon
(Srilanka), dan kemudian ke Kaap de Goede Hoop atau Tanjung Harapan di
Afrika Selatan hingga akhirnya jatuh sakit dan wafat di sana.
Ketika itu, nasib R.M. Said dan saudara-saudaranya yang ditinggal di
istana tidaklah jauh berbeda. Sebagai putra Pangeran senior, R.M. Said
justru seperti tidak dipedulikan nasibnya. Ia hidup dalam segala
kekurangan. Dari situ, tumbuhlah kebencian dalam dirinya yang semula
dialamatkan pada Belanda, dan lalu kepada Susuhunan yang dianggap tidak
mampu bersikap tegas. Untuk itulah, ia lalu keluar dari istana dan
mengangkat senjata. Bersama para pengikut setianya, R.M. Said
keluar-masuk hutan, bergerilya, bermunajat, demi tercapainya cita-cita.
Sempat pula bergabung dengan barisan Pangeran Mangkubumi. Namun,
perbedaan visi dan misi di antara keduanya membuat mereka kemudian
memilih untuk berpisah. Kelak bahkan R.M. Said juga memerangi
Kasultanan.
R.M. Said dijuluki Pangeran Sambernyawa yang artinya "Pangeran
Penyambar/Pencabut Nyawa" oleh Belanda karena kelihaiannya dalam
berperang dan sikap tak kenal komprominya saat berhadapan dengan lawan.
Dalam sebuah peperangan di kawasan hutan Sitakepyak, Rembang, pasukan
R.M. Said atau Pangeran Sambernyawa berhasil menewaskan ratusan prajurit
Belanda. Sedangkan, di pihaknya hanya ada 15 orang perwira yang
gugur. Ini menandakan bahwa Pangeran Sambernyawa dan pasukannya juga
ahli dalam siasat perang dan mengenal medan dengan baik. Hal-hal inilah
yang kemudian membuat baik Belanda, Kasunanan, maupun Kasultanan
menyerah. Perjanjian pun ditawarkan sebagai jalan keluar untuk
menghindar dari pengorbanan yang lebih besar lagi jika perang terus
dilanjutkan. R.M. Said berhasil. Ia pun ditetapkan sebagai penguasa
baru di bumi Mataram. Namun, karena alasan stabilitas politik, ia tidak
dapat menjadi raja. Jawa sudah punya dua raja, demikian kata pihak
Belanda. Keseimbangan politis akan goncang jika R.M. Said ditahbiskan
sebagai raja ketiga. Melalui proses perundingan yang alot, R.M. Said
pun akhirnya setuju dengan penawaran yang diajukan padanya. Ia pun
diangkat sebagai Pangeran Miji atau "pangeran yang diistimewakan/terpilih". Dalam praktiknya, seorang Pangeran Miji berhak
untuk memiliki daerah kekuasaan dalam jumlah yang hampir sama dengan
milik raja, berhak untuk mempunyai istana dengan detil bangunan yang
menyerupai keraton, berhak untuk menyelenggarakan tata kelola rumah
tangga dan protokoler seperti yang berlaku di keraton, berhak memiliki
angkatan perang, dan berhak memberikan anugerah berupa gelar dan pangkat
dalam batas-batas tertentu yang lebih sempit cakupannya jika
dibandingkan dengan keraton.
Pura Mangkunagaran dari arah depan dengan latar belakang Pendhapa Agung (dok. pribadi) |
Mulai saat itu, R.M. Said resmi dinyatakan sebagai dinasti penguasa
ketiga di Jawa. Ia menggunakan nama Mangkoenagoro untuk menghormati
ayahnya. Istana atau Pura Mangkunagaran yang hingga saat ini dapat kita
saksikan di Solo, dahulu adalah kediaman Patih Mangkuyuda yang disebut
Ndalem Mangkuyudan. Oleh yang bersangkutan, atas dasar simpati dan
bakti, Ndalem Mangkuyudan dihibahkan kepada Pangeran Sambernyawa untuk
dapat dijadikan istana sekaligus kediaman baginya. Seiring berjalannya
waktu, Pura Mangkunagaran terus mengalami perubahan dan penambahan fisik
bangunan, terutama di masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV dan
V, ketika perekonomian Mangkunagaran bertumbuh dengan cukup pesat.
Nah, sudah tahu lah ya kita sekarang sejarah berdirinya Mangkunagaran.
Lalu, bagaimana aturan gelar di Pura Mangkunagaran?? Apakah sama dengan
keraton-keraton yang sudah lebih dahulu dijelaskan? Silakan simak
berikut ini.
Gelar Bagi Laki-laki
Gelar Resmi Mangkoenagoro
Sampeyan Dalem Ingkang Jumeneng Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (S.I.J. K.G.P.A.A.) Mangkoenagoro Ingkang Kaping .......... (lalu disebut angka urutan bertahtanya)
Sebutan bagi Mangkoenagoro adalah Sampeyan Dalem atau Ingkang Jumeneng, atau cukup Kangjeng Gusti. Beliau adalah Pengageng Pura Mangkunagaran.
Gelar Resmi Bagi Putra Mangkoenagoro
B.R.M. = Bandara Raden Mas, gelar bagi putra-putra Mangkoenagoro baik dari Permaisuri maupun Selir.
B.R.M.H. = Bandara Raden Mas Harya, gelar bagi putra-putra Mangkoenagoro yang telah dewasa, namun tidak diwisuda menjadi Pangeran.
K.P.H. = Kangjeng Pangeran Harya, gelar bagi putra-putra Mangkoenagoro yang telah dewasa dan diwisuda menjadi Pangeran.
K.G.P.A.A. Prabu Prangwadana = Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya, gelar bagi putra mahkota atau penjabat Mangkoenagoro sebelum berusia 40 tahun
K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV (dok.pribadi) |
G.R.M. = Gusti Raden Mas, bagi putra Mangkoenagoro yang lahir dari Permaisuri. Setelah dewasa dan diwisuda menjadi Pangeran, gelarnya tetap K.P.H. = Kangjeng Pangeran Harya.
Di masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII, aturan tersebut disesuaikan lagi sebagai berikut:
G.R.M. = Gusti Raden Mas, bagi putra Mangkoenagoro dari Permaisuri.
G.P.H. = Gusti Pangeran Harya, gelar bagi putra Mangkoenagoro dari Permaisuri yang telah dewasa dan telah diwisuda menjadi Pangeran.
Dengan demikian, gelar K.P.H. diturunkan untuk Pangeran Sentana, yaitu cucu-cucu Mangkoenagoro, dan kerabat dibawahnya yang dianggap berjasa bagi Pura Mangkunagaran.
Gelar Resmi Cucu Laki-laki Mangkoenagoro
K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII (dok.pribadi) |
R.M. = Raden Mas
Setelah masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII dan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII, dikenal gelar B.R.M. = Bandara Raden Mas, bagi cucu laki-laki Mangkoenagoro yang lahir dari putra/putri Permaisuri Mangkoenagoro.
Para cucu laki-laki Mangkoenagoro ini secara berjenjang biasanya akan mendapatkan pangkat, atau gelar kehormatan dengan "pola" umum sebagai berikut:
R.M. = Raden Mas; R.M.H. = Raden Mas Harya; K.R.M.H. = Kangjeng Raden Mas Harya; K.P.H. = Kangjeng Pangeran Harya.
Gelar Resmi Bagi Cicit Laki-laki dan Generasi-Generasi Dibawahnya
K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII (dok. G.P.H. Paundrakarna) |
Cicit laki-laki Mangkoenagoro hingga satu generasi dibawahnya (keturunan kelima dari Mangkoenagoro) berhak menggunakan gelar R.M. = Raden Mas.
Sedangkan, generasi dibawahnya (keturunan keenam Mangkoenagoro) dan seterusnya, menggunakan gelar R. = Raden.
Gelar Kepangkatan Mangkunagaran:
K.P.H. = Kangjeng Pangeran Harya, adalah gelar kepangkatan dan kehormatan tertinggi di lingkup Pura Mangkunagaran
K.R.M.T. = Kangjeng Raden Mas Tumenggung, dahulu merupakan gelar bagi Patih Dalem, lalu kini diambil sebagai gelar kehormatan bagi kerabat Mangkoenagoro di bawah cucu.
K.R.M.T.H. = Kangjeng Raden Mas Tumenggung Harya, gelar pangkat bagi kerabat Mangkunagaran yang biasanya mengepalai urusan tertentu di Mangkunagaran.
R.M.P. = Raden Mas Panji, gelar pangkat bagi kerabat Mangkunagaran yang biasanya berurusan dengan masalah keprajuritan.
R.M.Ng. = Raden Mas Ngabehi, gelar pangkat menengah bagi kerabat Mangkunagaran yang biasanya mengepalai sub-urusan tertentu di Mangkunagaran. Bagi yang bergelar lahir R. = Raden, maka gelar ini menjadi R.Ng.
Ada pula gelar-gelar pangkat seperti K.R.T. = Kangjeng Raden Tumenggung; K.R.T.H. = Kangjeng Raden Tumenggung Harya; R.T. = Raden Tumenggung; dll.
Gelar Bagi Perempuan
K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII & G.K.P. Mangkoenagoro VIII (dok. Mangkunagaran) |
Sebelum K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII dan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII:
K.B.R.Ay.A.A. = Kangjeng Bandara Raden Ayu Adipati Arya, lalu diikuti dengan nama Mangkoenagoro.
Permaisuri K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII bergelar:
G.K.R. = Gusti Kangjeng Ratu Timoer, karena merupakan putri Sultan Hamengku Buwono VII dari Permaisuri;
Permaisuri K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII bergelar:
G.K.R. Timoer (dok. Reksapustaka Mangkunagaran) |
Permaisuri K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IX kembali pada gelar lama K.B.R.Ay.A.A. Mangkoenagoro IX, dengan sebutan Kangjeng Putri.
Gelar Resmi Putri Mangkoenagoro
B.R.Aj. = Bandara Raden Ajeng, gelar bagi putri Mangkoenagoro baik dari Permaisuri maupun Selir, yang belum menikah. Jika sudah menikah, gelarnya menjadi B.R.Ay. = Bandara Raden Ayu.
Sesudah K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII, karena beliau mempersunting putri Sultan, diberlakukanlah gelar baru bagi putri Mangkoenagoro yang lahir dari Permaisuri yaitu:
K.B.R.Ay.A.A. Mangkoenagoro IX (dok. pribadi) |
Sejak masa K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII, seluruh putra-putrinya diangkat menjadi Gusti sehingga gelar B.R.M. dan B.R.Aj. atau B.R.Ay. diturunkan pada generasi dibawahnya.
Gelar Resmi Cucu Perempuan Mangkoenagoro
Cucu-cucu perempuan Mangkoenagoro dari putra/putri Permaisuri, seperti telah disebutkan di atas, menggunakan gelar B.R.Aj. atau B.R.Ay. jika yang bersangkutan telah menikah. Gelar tersebut dapat "gugur" jika karena pertimbangan tertentu, yang bersangkutan diangkat dengan gelar kehormatan:
K.R.Ay. = Kangjeng Raden Ayu.
Gelar Resmi Cicit Perempuan Mangkoenagoro dan Generasi-Generasi Dibawahnya
Cicit perempuan Mangkoenagoro hingga satu generasi dibawahnya (keturunan kelima Mangkoenagoro), berhak menyandang gelar R.Aj. = Raden Ajeng, bagi yang belum menikah, dan R.Ay. = Raden Ayu, bagi yang telah menikah. R.Ay. juga diberikan kepada menantu perempuan Mangkoenagoro.
Keturunan keenam Mangkoenagoro hingga seterusnya, berhak menggunakan gelar R.Rr. = Raden Rara, bagi yang belum menikah, dan R.Ngt. = Raden Nganten, bagi yang sudah menikah.
Gelar Kepangkatan Bagi Perempuan Di Lingkup Pura Mangkunagaran
K.R.Ay. = Kangjeng Raden Ayu, gelar kepangkatan sekaligus kehormatan tertinggi bagi kerabat perempuan Mangkoenagoro.
K.R.Ay.T. = Kangjeng Raden Ayu Tumenggung, gelar kepangkatan menengah atas bagi kerabat perempuan Mangkunagaran di bawah cucu yang biasanya disertai tanggungjawab untuk mengepalai urusan tertentu di Mangkunagaran.
R.Ay.Ng. = Raden Ayu Ngabehi, gelar kepangkatan menengah bagi kerabat perempuan Mangkunagaran, yang secara umum disertai tanggungjawab untuk mengepalai, dan mengoordinasikan sub-urusan tertentu di Mangkunagaran. Bagi kerabat perempuan yang bergelar R.Ngt. = Raden Nganten, dikenal pula gelar R.Ngt.Ng. = Raden Nganten Ngabehi.
Gelar Bagi Selir Mangkoenagoro
Sebelum masa K.G.P.A.A. Mangkoenagoro V:
Nyai Ajeng; Mbok Ajeng; Mas Ajeng; Raden Rara.
Sesudah masa K.G.P.A.A. Mangkoenagoro V:
B.R. = Bandara Raden; Nyai Ngabehi; Nyai Tumenggung; dll.
Gelar khusus garwa Dalem K.G.P.A.A. Mangkoenagoro I:
R.Ay. Mangkoenagoro, sebelumya M.Aj. (Mas Ajeng) Matah Ati.
Baiklah. Sampai sini dulu penjelasan saya. Tinggal tersisa 1 Kadipaten lagi yaitu Pakualaman, akan saya simpan untuk unggahan selanjutnya. Mohon bersabar, saya pasti akan SEGERA kembali buat Anda yang menantikan kelanjutan dari topik ini. Sampai ketemu lagi!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar