Sabtu, 05 April 2014

Gelar Kebangsawanan Dalam Tradisi Istana-Istana Di Jawa: Part 4

Salam!  Ketemu lagi dalam unggahan saya yang ke-4 tentang gelar kebangsawanan dalam tradisi istana-istana di Jawa.  Kalau kemarin saya sudah bahas tentang Keraton Kasunanan dan Keraton Kasultanan, sekarang giliran Pura Mangkunagaran dan Pura Pakualaman.  Selamat menyimak!

KADIPATEN MANGKUNAGARAN
Orang sering salah menyebutnya sebagai Keraton Mangkunagaran.  Padahal, Mangkunagaran adalah pusat pemerintahan swapraja yang berbentuk KadipatenPenguasa tertingginya bukanlah raja seperti di Kasunanan dan Kasultanan, melainkan Pangeran Adipati.  Mangkunagaran adalah princedom dan bukan kingdom.  Wilayah kekuasaannya tak seluas Kasunanan maupun Kasultanan.  Meski beristana megah dan mewah serta diperbolehkan untuk menerapkan tata protokol yang nyaris sama dengan Keraton, dalam hal-hal tertentu, Mangkunagaran tetap punya keterbatasan sebagai sebuah Kadipaten.  Barangkali pula, orang mengacaukan makna Keraton sebatas pada bangunan fisik istana tradisional Jawa semata, sehingga Kadipaten Mangkunagaran dan Pakualaman pun disebut Keraton.  Padahal, untuk menyebut istananya, Mangkunagaran punya istilah sendiri yaitu "Pura".
Mangkunagaran resmi berdiri pada tahun 1757 sebagai hasil Perjanjian Salatiga.  Perjanjian ini mengakhiri pertempuran R.M. Said selama 16 tahun.  R.M. Said adalah cucu Susuhunan Mangku Rat IV.  Ayahnya, K.P.H. Mangkoenagoro (Sepuh), adalah putra sulung Susuhunan Mangku Rat IV dari Selir beliau bernama B.R.Ay. Kusumanarsa/B.R.Ay. Sumanarsa/B.R.Ay. Sepuh.  Dalam perlawanannya, R.M. Said menuntut akan haknya dan orangtuanya yang disia-siakan oleh Susuhunan Pakoe Boewono II.  Ketakutan akan terjadinya sebuah pergerakan menuntut tahta dari Pangeran Mangkoenagoro, telah membuat Susuhunan, atas hasutan banyak pihak, membuat sebuah skenario untuk menjauhkan Pangeran Mangkoenagoro dari peta perebutan tahta di Kartasura.  Dengan sebuah konspirasi yang terencana, Pangeran Mangkoenagoro, "berhasil" dibuang ke Ceylon (Srilanka), dan kemudian ke Kaap de Goede Hoop atau Tanjung Harapan di Afrika Selatan hingga akhirnya jatuh sakit dan wafat di sana.
Ketika itu, nasib R.M. Said dan saudara-saudaranya yang ditinggal di istana tidaklah jauh berbeda.  Sebagai putra Pangeran senior, R.M. Said justru seperti tidak dipedulikan nasibnya.  Ia hidup dalam segala kekurangan.  Dari situ, tumbuhlah kebencian dalam dirinya yang semula dialamatkan pada Belanda, dan lalu kepada Susuhunan yang dianggap tidak mampu bersikap tegas.  Untuk itulah, ia lalu keluar dari istana dan mengangkat senjata.  Bersama para pengikut setianya, R.M. Said keluar-masuk hutan, bergerilya, bermunajat, demi tercapainya cita-cita.  Sempat pula bergabung dengan barisan Pangeran Mangkubumi.  Namun, perbedaan visi dan misi di antara keduanya membuat mereka kemudian memilih untuk berpisah.  Kelak bahkan R.M. Said juga memerangi Kasultanan.
R.M. Said dijuluki Pangeran Sambernyawa yang artinya "Pangeran Penyambar/Pencabut Nyawa" oleh Belanda karena kelihaiannya dalam berperang dan sikap tak kenal komprominya saat berhadapan dengan lawan.  Dalam sebuah peperangan di kawasan hutan Sitakepyak, Rembang, pasukan R.M. Said atau Pangeran Sambernyawa berhasil menewaskan ratusan prajurit Belanda.  Sedangkan, di pihaknya hanya ada 15 orang perwira yang gugur.  Ini menandakan bahwa Pangeran Sambernyawa dan pasukannya juga ahli dalam siasat perang dan mengenal medan dengan baik.  Hal-hal inilah yang kemudian membuat baik Belanda, Kasunanan, maupun Kasultanan menyerah.  Perjanjian pun ditawarkan sebagai jalan keluar untuk menghindar dari pengorbanan yang lebih besar lagi jika perang terus dilanjutkan.  R.M. Said berhasil.  Ia pun ditetapkan sebagai penguasa baru di bumi Mataram.  Namun, karena alasan stabilitas politik, ia tidak dapat menjadi raja.  Jawa sudah punya dua raja, demikian kata pihak Belanda.  Keseimbangan politis akan goncang jika R.M. Said ditahbiskan sebagai raja ketiga.  Melalui proses perundingan yang alot, R.M. Said pun akhirnya setuju dengan penawaran yang diajukan padanya.  Ia pun diangkat sebagai Pangeran Miji atau "pangeran yang diistimewakan/terpilih".  Dalam praktiknya, seorang Pangeran Miji berhak untuk memiliki daerah kekuasaan dalam jumlah yang hampir sama dengan milik raja, berhak untuk mempunyai istana dengan detil bangunan yang menyerupai keraton, berhak untuk menyelenggarakan tata kelola rumah tangga dan protokoler seperti yang berlaku di keraton, berhak memiliki angkatan perang, dan berhak memberikan anugerah berupa gelar dan pangkat dalam batas-batas tertentu yang lebih sempit cakupannya jika dibandingkan dengan keraton.
Pura Mangkunagaran dari arah depan dengan latar belakang Pendhapa Agung (dok. pribadi)
Mulai saat itu, R.M. Said resmi dinyatakan sebagai dinasti penguasa ketiga di Jawa.  Ia menggunakan nama Mangkoenagoro untuk menghormati ayahnya.  Istana atau Pura Mangkunagaran yang hingga saat ini dapat kita saksikan di Solo, dahulu adalah kediaman Patih Mangkuyuda yang disebut Ndalem Mangkuyudan.  Oleh yang bersangkutan, atas dasar simpati dan bakti, Ndalem Mangkuyudan dihibahkan kepada Pangeran Sambernyawa untuk dapat dijadikan istana sekaligus kediaman baginya.  Seiring berjalannya waktu, Pura Mangkunagaran terus mengalami perubahan dan penambahan fisik bangunan, terutama di masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV dan V, ketika perekonomian Mangkunagaran bertumbuh dengan cukup pesat.
Nah, sudah tahu lah ya kita sekarang sejarah berdirinya Mangkunagaran.  Lalu, bagaimana aturan gelar di Pura Mangkunagaran??  Apakah sama dengan keraton-keraton yang sudah lebih dahulu dijelaskan?  Silakan simak berikut ini.   
Gelar Bagi Laki-laki
Gelar Resmi Mangkoenagoro
Sampeyan Dalem Ingkang Jumeneng Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (S.I.J. K.G.P.A.A.) Mangkoenagoro Ingkang Kaping .......... (lalu disebut angka urutan bertahtanya)
Sebutan bagi Mangkoenagoro adalah Sampeyan Dalem atau Ingkang Jumeneng, atau cukup Kangjeng Gusti.  Beliau adalah Pengageng Pura Mangkunagaran.
Gelar Resmi Bagi Putra Mangkoenagoro
B.R.M. = Bandara Raden Mas, gelar bagi putra-putra Mangkoenagoro baik dari Permaisuri maupun Selir.
B.R.M.H. = Bandara Raden Mas Harya, gelar bagi putra-putra Mangkoenagoro yang telah dewasa, namun tidak diwisuda menjadi Pangeran.
B.R.M.A.A. = Bandara Raden Mas Adipati Arya, gelar bagi putra Mangkoenagoro yang menjabat sebagai bupati.

K.P.H. = Kangjeng Pangeran Harya, gelar bagi putra-putra Mangkoenagoro yang telah dewasa dan diwisuda menjadi Pangeran.

K.G.P.A.A. Prabu Prangwadana = Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya, gelar bagi putra mahkota atau penjabat Mangkoenagoro sebelum berusia 40 tahun

K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV (dok.pribadi)
Sesudah bertahtanya K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV, diberlakukan aturan gelar baru bagi putra Mangkoenagoro yaitu:
G.R.M. = Gusti Raden Mas, bagi putra Mangkoenagoro yang lahir dari Permaisuri.  Setelah dewasa dan diwisuda menjadi Pangeran, gelarnya tetap K.P.H. = Kangjeng Pangeran Harya.

Di masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII, aturan tersebut disesuaikan lagi sebagai berikut:
G.R.M. = Gusti Raden Mas, bagi putra Mangkoenagoro dari Permaisuri.

G.P.H. = Gusti Pangeran Harya, gelar bagi putra Mangkoenagoro dari Permaisuri yang telah dewasa dan telah diwisuda menjadi Pangeran.

Dengan demikian, gelar K.P.H. diturunkan untuk Pangeran Sentana, yaitu cucu-cucu Mangkoenagoro, dan kerabat dibawahnya yang dianggap berjasa bagi Pura Mangkunagaran.

Gelar Resmi Cucu Laki-laki Mangkoenagoro
K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII (dok.pribadi)
Sebelum masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII dan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII, cucu-cucu laki-laki dari Mangkoenagoro diberi gelar:
R.M. = Raden Mas

Setelah masa pemerintahan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII dan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII, dikenal gelar B.R.M. = Bandara Raden Mas, bagi cucu laki-laki Mangkoenagoro yang lahir dari putra/putri Permaisuri Mangkoenagoro.

Para cucu laki-laki Mangkoenagoro ini secara berjenjang biasanya akan mendapatkan pangkat, atau gelar kehormatan dengan "pola" umum sebagai berikut:
R.M. = Raden Mas; R.M.H. = Raden Mas Harya; K.R.M.H. = Kangjeng Raden Mas Harya; K.P.H. = Kangjeng Pangeran Harya.

Gelar Resmi Bagi Cicit Laki-laki dan Generasi-Generasi Dibawahnya
K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII (dok. G.P.H. Paundrakarna)
Cicit laki-laki Mangkoenagoro hingga satu generasi dibawahnya (keturunan kelima dari Mangkoenagoro) berhak menggunakan gelar R.M. = Raden Mas.
Sedangkan, generasi dibawahnya (keturunan keenam Mangkoenagoro) dan seterusnya, menggunakan gelar R. = Raden.

Gelar Kepangkatan Mangkunagaran:
K.P.H. = Kangjeng Pangeran Harya, adalah gelar kepangkatan dan kehormatan tertinggi di lingkup Pura Mangkunagaran

K.R.M.T. = Kangjeng Raden Mas Tumenggung, dahulu merupakan gelar bagi Patih Dalem, lalu kini diambil sebagai gelar kehormatan bagi kerabat Mangkoenagoro di bawah cucu.

K.R.M.T.H. = Kangjeng Raden Mas Tumenggung Harya, gelar pangkat bagi kerabat Mangkunagaran yang biasanya mengepalai urusan tertentu di Mangkunagaran.

R.M.P. = Raden Mas Panji, gelar pangkat bagi kerabat Mangkunagaran yang biasanya berurusan dengan masalah keprajuritan. 

R.M.Ng. = Raden Mas Ngabehi,  gelar pangkat menengah bagi kerabat Mangkunagaran yang biasanya mengepalai sub-urusan tertentu di Mangkunagaran.  Bagi yang bergelar lahir R. = Raden, maka gelar ini menjadi R.Ng.

Ada pula gelar-gelar pangkat seperti K.R.T. = Kangjeng Raden Tumenggung; K.R.T.H. = Kangjeng Raden Tumenggung Harya; R.T. = Raden Tumenggung; dll.


Gelar Bagi Perempuan
K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII & G.K.P. Mangkoenagoro VIII (dok. Mangkunagaran)
Gelar Resmi Permaisuri Mangkoenagoro
Sebelum K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII dan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII:
K.B.R.Ay.A.A. = Kangjeng Bandara Raden Ayu Adipati Arya, lalu diikuti dengan nama Mangkoenagoro.

Permaisuri K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII bergelar:
G.K.R. = Gusti Kangjeng Ratu Timoer, karena merupakan putri Sultan Hamengku Buwono VII dari Permaisuri;
Permaisuri K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII bergelar:
G.K.R. Timoer (dok. Reksapustaka Mangkunagaran)
G.K.P. = Gusti Kangjeng Putri Mangkoenagoro VIII, dengan sebutan Gusti Putri.  Beliau adalah putri K.P.H. Soerjokoesoemo, putra sulung K.G.P.A.A. Mangkoenagoro V.
Permaisuri K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IX kembali pada gelar lama K.B.R.Ay.A.A. Mangkoenagoro IX, dengan sebutan Kangjeng Putri.

Gelar Resmi Putri Mangkoenagoro
B.R.Aj. = Bandara Raden Ajeng, gelar bagi putri Mangkoenagoro baik dari Permaisuri maupun Selir, yang belum menikah.  Jika sudah menikah, gelarnya menjadi B.R.Ay. = Bandara Raden Ayu.

Sesudah K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII, karena beliau mempersunting putri Sultan, diberlakukanlah gelar baru bagi putri Mangkoenagoro yang lahir dari Permaisuri yaitu:
K.B.R.Ay.A.A. Mangkoenagoro IX (dok. pribadi)
G.R.Aj. = Gusti Raden Ajeng, bagi putri Mangkoenagoro yang belum menikah, dan G.R.Ay. = Gusti Raden Ayu, bagi putri yang telah menikah.  Sedangkan, putri Mangkoenagoro dari Selir, tetap pada gelar lama yaitu B.R.Aj. atau B.R.Ay.

Sejak masa K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VIII, seluruh putra-putrinya diangkat menjadi Gusti sehingga gelar B.R.M. dan B.R.Aj. atau B.R.Ay. diturunkan pada generasi dibawahnya.

Gelar Resmi Cucu Perempuan Mangkoenagoro
Cucu-cucu perempuan Mangkoenagoro dari putra/putri Permaisuri, seperti telah disebutkan di atas, menggunakan gelar B.R.Aj. atau B.R.Ay. jika yang bersangkutan telah menikah.  Gelar tersebut dapat "gugur" jika karena pertimbangan tertentu, yang bersangkutan diangkat dengan gelar kehormatan:
K.R.Ay. = Kangjeng Raden Ayu.

Gelar Resmi Cicit Perempuan Mangkoenagoro dan Generasi-Generasi Dibawahnya
Cicit perempuan Mangkoenagoro hingga satu generasi dibawahnya (keturunan kelima Mangkoenagoro), berhak menyandang gelar R.Aj. = Raden Ajeng, bagi yang belum menikah, dan R.Ay. = Raden Ayu, bagi yang telah menikah.  R.Ay. juga diberikan kepada menantu perempuan Mangkoenagoro.

Keturunan keenam Mangkoenagoro hingga seterusnya, berhak menggunakan gelar R.Rr. = Raden Rara, bagi yang belum menikah, dan R.Ngt. = Raden Nganten, bagi yang sudah menikah.

Gelar Kepangkatan Bagi Perempuan Di Lingkup Pura Mangkunagaran
K.R.Ay. = Kangjeng Raden Ayu, gelar kepangkatan sekaligus kehormatan tertinggi bagi kerabat perempuan Mangkoenagoro.

K.R.Ay.T. = Kangjeng Raden Ayu Tumenggung, gelar kepangkatan menengah atas bagi kerabat perempuan Mangkunagaran di bawah cucu yang biasanya disertai tanggungjawab untuk mengepalai urusan tertentu di Mangkunagaran.

R.Ay.Ng. = Raden Ayu Ngabehi, gelar kepangkatan menengah bagi kerabat perempuan Mangkunagaran, yang secara umum disertai tanggungjawab untuk mengepalai, dan mengoordinasikan sub-urusan tertentu di Mangkunagaran.  Bagi kerabat perempuan yang bergelar R.Ngt. = Raden Nganten, dikenal pula gelar R.Ngt.Ng. = Raden Nganten Ngabehi.

Gelar Bagi Selir Mangkoenagoro
Sebelum masa K.G.P.A.A. Mangkoenagoro V:
Nyai Ajeng; Mbok Ajeng; Mas Ajeng; Raden Rara.

Sesudah masa K.G.P.A.A. Mangkoenagoro V:
B.R. = Bandara Raden; Nyai Ngabehi; Nyai Tumenggung; dll.

Gelar khusus garwa Dalem K.G.P.A.A. Mangkoenagoro I:
R.Ay. Mangkoenagoro, sebelumya M.Aj. (Mas Ajeng) Matah Ati.

Baiklah.  Sampai sini dulu penjelasan saya.  Tinggal tersisa 1 Kadipaten lagi yaitu Pakualaman, akan saya simpan untuk unggahan selanjutnya.  Mohon bersabar, saya pasti akan SEGERA kembali buat Anda yang menantikan kelanjutan dari topik ini.  Sampai ketemu lagi!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar