Gelar Kebangsawanan Dalam Tradisi Istana-Istana Di Jawa: Part 5
Hallo, rekan-rekan! Perjalanan kita menelusuri lika-liku aturan gelar di istana-istana di Jawa sudah sampai di penghujungnya, nih. Tapi "tugas" saya belum selesai. Masih ada satu Kadipaten lagi yang harus saya unggah, yaitu Pakualaman. Untuk itu, silakan menyimak, yaaa....
KADIPATEN PAKUALAMAN
Pakualaman adalah dinasti termuda yang ada di Jawa. Istananya yang
disebut Pura Pakualaman, terletak di Jogja, tepatnya di Jl. Sultan
Agung. Kelahiran Kadipaten Pakualaman sebagai princedom baru di
wilayah yang semula dikuasai oleh Kasultanan, tidak dapat dilepaskan
dari pergolakan politik yang terjadi di Jogja pada sekitar tahun
1811-1812.
Dalam masa tersebut, terjadi pergantian pemerintah koloni, dari Belanda
ke Inggris. Kekosongan pemerintahan yang ada sebagai akibat dari
pergantian tersebut dibaca sebagai sebuah kesempatan untuk memulihkan
kedaulatan secara utuh oleh Sultan Hamengku Buwono II. Beliau pun
mencoba berkoordinasi dengan Susuhunan Pakoe Boewono IV di Surakarta
untuk membahas strategi yang harus dilakukan. Namun, ketakutan
Susuhunan mengakibatkan konspirasi itu terbongkar bahkan sebelum sempat
dilaksanakan. Jogja pun diserbu oleh Inggris dengan menggunakan
kekuatan yang terdiri atas gabungan pasukan Inggris, Kasunanan, dan
Mangkunagaran. Dalam penyerbuan yang berakhir dengan kekalahan
Kasultanan itu, banyak benda-benda pusaka dirampas dan dijarah oleh
Inggris. Banyak diantaranya berbentuk naskah-naskah kuno. Sultan
Hamengku Buwono II sendiri dimakzulkan. Pangeran Adipati Anom (putra
mahkota) ditahbiskan sebagai pengganti ayahnya dengan gelar Sultan
Hamengku Buwono III.
Konflik politik yang terjadi di masa itu ternyata tidak surut dengan
pemakzulan Sultan Hamengku Buwono II. Faksi-faksi yang terdiri atas
kerabat Sultan dan para pembesar istana telah telanjur terbentuk dengan
kepentingannya masing-masing. Sultan Hamengku Buwono III yang
berpribadi lemah, tak cukup punya wibawa untuk meredakan situasi dan
mengontrol campur tangan dari pihak Inggris terhadap urusan internal
Keraton. Inggris pun mulai "bermanuver" dengan memfasilitasi
terbentuknya pusat pemerintahan swapraja baru yang dipimpin oleh
Pangeran Natakusuma. Pangeran Natakusuma sendiri adalah putra Sultan
Hamengku Buwono I dari Selir Sultan yang bernama B.R.Ay. Srenggara.
Jadi, beliau adalah adik satu ayah beda ibu dengan Sultan Hamengku
Buwono II.
Gerbang utama Pura Pakualaman dengan latar belakang Bangsal Sewatama (dok. pribadi) |
Nah, cukup dengan sejarah Pakualaman. Sekarang mari kita masuk ke pokok persoalan tentang gelar kebangsawanan yang berlaku di Pura Pakualaman.
Gelar Bagi Laki-Laki
Gelar Resmi Pakualam
Sampeyan Dalem Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (S.D.K.G.P.A.A.) Pakualam Ingkang Jumeneng Kaping ..... (lalu angka urutan bertahta)
Sebelum tahun 1878, gelar bagi Pakualam I hanya Kangjeng Gusti Pangeran Arya.
Sebutan bagi Pakualam sama dengan sebutan bagi Mangkoenagoro.
Gelar Resmi Bagi Putra Pakualam
K.G.P.A.A. Paku Alam II (dok. pribadi) |
B.R.M. = Bandara Raden Mas, gelar bagi putra Pakualam berstatus garwa Dalem. Selain itu, dikenal pula gelar B.R.M.H. = Bandara Raden Mas Harya. Jika telah dewasa dan diwisuda menjadi Pangeran, maka gelarnya menjadi B.P.H. = Bandara Pangeran Harya.
K.G.P.A.A. Paku Alam VII (dok. pribadi) |
K.G.P.H. Prabu Suryadilaga = Kangjeng Gusti Pangeran Harya, gelar bagi putra mahkota Paku Alam, atau gelar bagi penguasa Pakualaman yang naik tahta sebelum usia 40 tahun (berlaku sejak K.G.P.A.A. Paku Alam V-K.G.P.A.A. Paku Alam VIII).
K.G.P.A.A. Paku Alam III (dok. pribadi) |
K.G.P.A.A. Paku Alam IX mengangkat putra sulungnya sebagai putra mahkota di tahun 2012 dengan gelar K.B.P.H. (Kangjeng Bandara Pangeran Harya) Suryadilaga.
Gelar Resmi Bagi Cucu Laki-Laki Paku Alam
K.G.P.A.A. Paku Alam IV (dok. pribadi) |
Gelar Resmi Bagi Cicit Laki-Laki dan Generasi Dibawahnya
K.B.P.H. Suryadilaga, putra mahkota Paku Alam IX bersama istri G.B.R.Ay. Suryadilaga (dok. pribadi) |
Bagi generasi kelima laki-laki dari Paku Alam berhak menyandang gelar:
R. = Raden, yang juga punya kesempatan untuk mendapat pangkat/gelar kehormatan dengan menghilangkan Mas dan menambahkan pangkat seperti tersebut di atas. Hanya saja, bagi dharah Dalem (keturunan) Paku Alam yang bergelar Raden, masih dalam pertimbangan untuk juga dapat sampai ke jenjang Pangeran Sentana dengan gelar K.P.H.
Gelar Bagi Perempuan
Gelar Resmi Permaisuri Paku Alam
Terdapat beberapa gelar bagi Permaisuri Paku Alam:
G.K.B.R.Ay.Ad. Paku Alam VII, putri Susuhunan Pakoe Boewono X (dok. pribadi) |
Akan tetapi, sebelumnya dikenal pula gelar G.K.R.Ay = Gusti Kangjeng Raden Ayu bagi Permaisuri kedua K.G.P.A.A. Paku Alam III dan K.G.P.A.A. Paku Alam V yang dalam penyebutan sehari-hari dikenal dengan Gusti Kangjeng Nem.
Gelar G.K.R. (Gusti Kangjeng Ratu) bagi Permaisuri Paku Alam hanya digunakan oleh G.K.R. Ayu, Permaisuri K.G.P.A.A. Paku Alam II yang memang putri Sultan Hamengku Buwono VI dari Permaisuri (serupa kasus Permaisuri K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII).
Gelar Resmi Putri Paku Alam
K.G.P.A.A. Paku Alam IX dan G.K.B.R.Ay.Ad. Paku Alam IX (dok. pribadi) |
B.R.Aj. = Bandara Raden Ajeng, gelar bagi putri-putri Paku Alam yang terlahir dari garwa Dalem dan Selir, yang belum menikah. Jika sudah menikah bergelar B.R.Ay. = Bandara Raden Ayu.
Gelar Resmi Cucu Perempuan Paku Alam
R.Aj. = Raden Ajeng, dan bila sudah menikah menjadi R.Ay. = Raden Ayu.
Gelar Resmi Cicit Perempuan Paku Alam dan Generasi Dibawahnya
R.Aj. dan R.Ay.
Keturunan perempuan Paku Alam derajat kelima dan seterusnya menyandang gelar R.Rr. = Raden Rara, dan kalau sudah menikah menjadi R.Ngt. = Raden Nganten.
Gelar Garwa Dalem Paku Alam: B.R.Ay. = Bandara Raden Ayu; K.B.R.Ay. = Kangjeng Bandara Raden Ayu.
Gelar Selir Paku Alam = B.R.Ay. = Bandara Raden Ayu; B.R. = Bandara Raden; B.M.Aj. = Bandara Mas Ajeng; dll.
Para perempuan keturunan Paku Alam juga berkesempatan mendapatkan gelar pangkat/kehormatan, sama dengan kerabat laki-laki, dengan gelar tertinggi K.R.Ay. = Kangjeng Raden Ayu.
Voila! This is it!! Kalau kata Farah Quinn, hahahahaha!!!! Akhirnya tertunaikan juga janji saya untuk menyajikan aturan gelar maha-ribet yang berlaku di keraton-keraton dan kadipaten-kadipaten di Jawa. Jujur saja, motivasi terkuat saya untuk mengunggah ini semua adalah karena saya masih suka melihat banyak orang yang berusaha menyajikan informasi tentang masalah gelar keraton, akan tetapi seringkali kacau, gak konsisten penjelasannya, dan kurang jelas juga sumber-sumbernya. Semoga, meskipun informasi dari saya mungkin juga gak valid-valid amat, tapi semoga dapat memberi pencerahan dan meluruskan apa yang kurang lurus dari sumber-sumber lain yang serupa, hehehehe.... Apabila ada kekurangan, mohon dimaafkan lahir dan batin.
Dan, sebagai pertanggungjawaban "agak ilmiah" saya, inilah sumber-sumber yang saya acu:
Kasunanan:
Bratadiningrat, G.R.Ay. tt. Asalsilah Warni Warni. Surakarta: tidak diterbitkan.
Narasumber: R.Ay. Indrohadiningrat untuk gelar Susuhunan.
Kasultanan:
Koesworo, F.X. 2007. Abdi Dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Artikel dalam Majalah Kerabat No. 14 Tahun II November 2007 hlm. 23.
Purwosemantri, R.L. 2011. Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat: Sujarah Sarta Sawatawis Pranatan Lampah Budaya Adat. Yogyakarta: tidak diterbitkan.
Narasumber: K.R.T. Kusumo Bodrowono (Pengageng II Tepas Dwarapura Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat) tentang aturan gelar kepangkatan di Keraton Jogja.
Mangkunagaran:
Poncowolo, K.R.Ay. Hilmiyah Darmawan. 1996. Makam-Makam Dan Sejarah Singkat Kerabat Besar Mangkunagaran. Surakarta: tidak diterbitkan
Soemahatmaka, R.M.Ng. 1973. Pratelan Para Darah Dalem Soewargi Kangdjeng Goesti Pangeran Adipati Arja Mangkoenagara I Hing Soerakarta Hadiningrat. Mangkunagaran: tidak diterbitkan.
Narasumber: K.R.M.H. Djatmiko Hamidjojo Santoso (cucu K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII) tentang aturan gelar bagi keturunan Mangkunagaran secara umum.
K.P.H. Soelarso Basarah Soerjosoejarso (buyut K.G.P.A.A. Mangkoenagoro V dan K.G.P.A.A. Paku Alam VI) tentang aturan gelar bagi keturunan Mangkunagaran dan Pakualaman secara umum.
Pakualaman:
Cakrasumarta, H. R.M. dan R.P. Himadigdaya. tt. Silsilah Keluarga Paku Alam Sejak Paku Alam I Sampai Paku Alam VIII. Yogyakarta: Yayasan Notokusumo.
Narasumber: R. Ribbi Mahmud Ahmad (Trah Paku Alam I dan II) tentang aturan gelar di Pakualaman secara umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar